Wednesday, July 17, 2019

Gue Bego

Gue bego, gue gampang dibegoin.

That’s my very honest confession.

Sad but true.

Gue adalah sasaran empuk bagi sales, account executive, telemarketing, agen properti, makelar tanah, broker saham, dan koleganya. Gak peduli sebego apapun produk yang mereka tawarkan, seberapa gak butuhnya gue akan produk itu, dan seberapa merugikannya produk tersebut buat gue, gue tetep akan terjaring ke dalam jala mereka. Mereka bisa jual BH rakitan, bensin herbal, ampe jaket kulit nyamuk ke gue dengan aduhainya.

Gue bego, gue gampang dibegoin.

Untuk urusan trading, dari dulu gue emang gampang banget dibegoin. Pokoknya gue gak boleh ketemu ama sales person, karena kalau sampe ketemu, uang gue akan meluncur dengan senonoh ke dompet dia.

Contohnya waktu jaman kuliah, gue yang saat itu lagi nyabutin bulu tete, tiba-tiba ngedenger suara gedoran pintu kost. Gara-gara kaget ngedenger suara gedoran tersebut, akhirnya gue malah refleks ngejambak tete sendiri.

Pas gue buka, taunya salesman, doi mau nawarin abate ke gue. Ni orang mau jualan tapi intronya udah kayak mau ngelabrak gue karena udah tidur sama bapaknya.

Lagian gue juga gak ngerti pertimbangan apa yang membuat dia berpikir kalau gue itu termasuk ke dalam segmen produk dia. Apakah muka gue kayak nyamuk yang menjadi daya tarik bagi para nyamuk duda untuk melahirkan jentik nyamuknya lewat pantat gue, gue bener-bener gak ngerti.

Kemudian tipikal sales, dia mengeluarkan mantra-mantra ajaibnya untuk menarik gue ke dalam zona closing-nya. Tipikal gue ketika menghadapi situasi ini ialah tetiba gue merasa seperti terhipnotis dan menjadi bego mendadak. Tiba-tiba gue jadi gak bisa jawab pertanyaan tentang siapa presiden ke-13 dari Bekasi.

Dan tipikal waktu saat gue berada di ambang pengambilan keputusan adalah waktu kayak berjalan sangat cepat, seolah gak memberikan kesempatan bagi gue untuk berpikir dan menimbang-nimbang mana yang baik dan mana yang bakal merugikan.

Di sinilah gue menemui aplikasi nyata dari konsep relativitas di mana waktu di realita yang berkisar sekitar 10 detik berasa kayak hanya 1 detik ketika gue dihadapkan pada keputusan-keputusan krusial yang harus gue pilih.

Padahal di 10 detik yang gue habiskan dengan bengong, dompet gue diambil maling, sempak gue dimakan kucing, dan skripsi gue dibikin bungkus nasi liwet sama ibu kos. 

Dan ketika gue tersadar,

gue beli 10 bungkus abate.

Gue berasa bego. Maksudnya ngapain gue beli 10 bungkus abate? Udah tau kalo di kost gue itu kagak ada nyamuk. Terus tu 10 bungkus abate mau gue pake buat apaan? Topping Nescafe?

Bego.

Nasib buruk ini terus berlanjut ke masa-masa setelah lulus kuliah. Kali ini antagonis utamanya adalah telemarketing Bank CIMB Niaga. Sering banget ketika gue lagi di kantor, si tele suka gangguin gue di jam kerja. Doi gak berhenti-berhentinya nelpon ketika gue lagi kerja, lagi meeting dengan bos, atau lagi miting pala bos.

Serius, telemarketingnya nyebelin banget. Bertahun-tahun gue pake Mandiri sejak jaman kuliah, belom pernah sama sekali gue digangguin ama telemarketingnya. Tapi ini, baru setahun gue make CIMB Niaga, telemarketingnya udah puluhan kali menyentuh titik temperamen dengan menelpon gue. Dan dari puluhan kali itu, gue udah 2 kali jatoh ke lubang perangkap mereka.

Yang pertama, gue masih bisa lolos dari jeratan kerugian sebagai nasabah atas salah satu produk CIMB Niaga, yaitu asuransi. Tapi yang kedua, gue udah gak bisa lepas. Gara-gara program kartu kredit, gue musti nyetor duit ke Bank atas dana dari program pinjaman yang sama sekali gak pernah gue pake.

Lucu ya? Judulnya promo, program bantuan kepada nasabah, tapi ternyata malah gue yang ngasih duit ke Bank. Lha ini mah bukan Bank yang bantuin nasabah, tapi nasabah yang bantuin Bank hahah. 

Lagian, ketika pertama kita ngedenger kata “promo” pasti asumsinya adalah program ini gak hanya bakal ngeringanin, tapi juga nguntungin nasabah. Yaini yang diuntungin justru Bank, sedangkan gue adalah pihak yang merugi. Dibilangnya gue adalah 1 dari 50 nasabah beruntung, padahal mah sial banget justru huhu.

Ini mah rentenir berkedok bank, ngasih pinjaman tapi nagih yang lebih. Risiko menjadi nasabah bank konvensional.

Terlepas dari kerugian yang gue dapet dari program ini, gue harus akuin kalo si telemarketing ini jago. Seenggaknya dia punya dua kelebihan sebagai seorang sales menurut versi gue, yaitu keras dan licin.

Bagi yang suka ikut seminar atau sales training, mereka mungkin banyak mendapat wejangan-wejangan  dari coach-nya mengenai bagaimana menjadi sales yang handal. Well, versi gue adalah 2, yaitu keras dan licin tadi.

Keras bukan berarti lo harus nelpon leads sambil ngunyah bata. Keras berarti gigih dan tahan banting, jadi lo jangan emosi kalo pas lagi kerja, tiba-tiba bos lo ngebanting lo ke atas meja. 

Lo harus siap nelpon ratusan atau bahkan ribuan leads per hari. Kemudian lo musti siap juga untuk nerima risiko penolakan, mau itu penolakan yang bersifat halus ataupun kasar. Lo harus obsesif dan keras kepala untuk dapat menuhin target sebagai sales. Pokoknya lo pantang pulang kerja sebelum bisa menuhin target, kayak kata Jordan Belfort di film Wolf of Wall Street:

"My warriors, who won't take 'no' for an answer, who won't hang up the phone till their client either buys, or fucking dies!"

Sedangkan licin adalah kecerdikan lo dalam ngegaet leads agar mereka masuk ke dalam “perangkap” lo. Lo musti licin dalam berkata-kata. Maksudnya adalah pintar dalam memilih kata, bukan berarti setiap nelpon, lo musti ngelumurin mulut pake pelumas.

Gunakan kata-kata yang ambigu, karena hal itu bisa untuk membuat bingung komunikan agar di tengah kebingungannya, mereka bisa kepancing ke dalam perangkap lo.

Contoh

Telemarketing            : Mas tau arti ambigu?

Mas-mas                    : Gak tau.

Telemarketing            : Saya juga gak tau, jadi mas mau beli produk BH kami?

Mas-mas                    : Yaokelah, saya beli BH yang bahan stainless steel ya.

Di samping itu, lo juga bisa coba muter-muterin pembicaraan ampe ngebuat komunikannya tambah bingung, karena dari situ juga akan kebuka celah untuk nangkep mereka.

Contoh

Telemarketing            : Ayo, mas, buruan beli. Hari Senin harga naik, lho. Btw, mas kalau cebok make tangan atau make garpu?

Mas-mas                   : Saya biasanya cebok make tusuk gigi sih, yaokelah, saya beli ketombenya.

Dalam berkata licin, lo juga bisa sok akrab ama mereka. Lo bisa sok kasih personal compliment ke mereka.

Contoh

Telemarketing             : Iya, mas, kalo ikut program asuransi kita, mas pasti tenang deh pas meninggal. Ya, mas, mau ya? Mas cantik, deh.

Mas-mas                     : Ah, mas bisa aja, yaokelah, saya mau meninggal.

Di sini persuasi itu kurang, lo harus bisa manipulasi atau bahkan provokasi agar mereka bener-bener hanyut ke perangkap lo. Seberapa gak butuhnya mereka, pokoknya lo harus bisa menciptakan “urgency” atau “situasi genting” yang membuat mereka butuh produk lo, sehingga di sini lo akan kelihatan seperti pahlawan yang menjadi solusi bagi masalah mereka.

Ciptakan demand and supply situation, lo minta, gue ada. Buat keadaan darurat yang membuat mereka merasa terdorong untuk membeli produk lo agar bisa keluar dari keadaan krisis tersebut.

Contoh

Telemarketing            : Ini penting deh, mas. Pokoknya mas bakal mati kena paru-paru   basah kalau gak ngisep rokok kami.

Mas-mas                    : Yaokelah. Rokok yang rasa sate padang ada gak?

Jadi perpaduan dari sifat “keras” dan”licin” akan membuat lo menjadi "sales handal" atau dalam bahasa nasabahnya adalah "sales ngeselin", sebagaimana  kata "kerja keras" dalam kamus sales yang berarti "mengganggu secara tidak etis karena terus-terusan menelepon di jam kerja bahkan setelah dibilangin oleh nasabahnya bahwa mereka udah mengganggu" di kamus nasabah. Ya, itu adalah telemarketing Bank CIMB Niaga.

Dear, Diare…

Ini adalah tips out of the box gue untuk sales. Secara teori sih, gue sedikit paham setelah belajar ama tim, manager, ampe sales coach. Yah, walaupun gue gak merasa bakal sukses juga sih kalo gue coba sendiri praktiknya, karena belajar teori dan belajar praktik itu beda.

Sedangkan tips out of the box gue untuk nasabah adalah: BE EVIL. Tolak mereka dari detik  pertama mereka nelpon. Gak peduli seberapa sadisnya lo bakal kedengeran di telinga mereka, pokoknya jangan sampai detik kedua, ketiga, dan seterusnya malah akan menjadi detik-detik yang akan mengubah keputusan lo, karena di situlah poin dari kalimat, “Boleh minta waktunya sebentar?” Percayalah, waktu yang mereka ambil kagak sebentar!



Share:

0 comments:

Post a Comment